Rabu, 02 Desember 2020

GU 15 Tahun: Restart


Tahun 2005 jadi tahun yang bersejarah untuk sepakbola Gresik. Lahirnya Gresik United (GU) dari peleburan Petrokimia Putra dan Persegres cukup memberikan angin segar untuk kami yang menyukai sepakbola. Meski saat itu prestasi belum stabil, tapi bagi kami yang betul-betul menyukai sepakbola sangat bersyukur. Rasa marah, sedih, dan kecewa kami ditolong oleh Ultras yang mendesak pemda setempat hingga terbentuknya tim ini.

Tahun demi tahun prestasi GU mungkin memang belum mentereng. Maklum juga di tahun-tahun itu masih mengandalkan APBD yang ya kita tahulah bagaimana beratnya. Entah bagaimana ceritanya, aku akhirnya bisa berkenalan dengan pemain GU yang ternyata juga merupakan tetangga dari seorang teman. Rasanya seperti mengulang ketika bisa berkenalan langsung dengan pemain Petro Putra.

Bahagia pasti. Tak hanya karena dapat mengenal mereka yang sudah tentu diidolakan banyak orang, tapi juga keuntungan mendapatkan akses memperoleh info hasil pertandingan ketika laga tandang. Maklum, zaman itu kan sinyal tidak semudah sekarang.

Tak lama saat mulai ku tinggal sibuk dengan kuliah, akupun hijrah ke Surabaya. Berbekal kekecewaan prestasi GU yang tak kunjung membaik dan tingkah beberapa pemain yang sempat membuat eneg akhirnya ku putuskan vakum dari mendukung GU. Ku pikir ada saatnya aku hanya perlu mendapat kabar mereka dari media massa saja.

Selama itu, sebenarnya aku sempat beberapa kali menonton pertandingan GU di Stadion Petro. Itu pun karena mendapat akses kartu pertandingan dan rasa rindu pada stadion. Agak lupa pertandingan melawan tim mana kala itu, tapi yang ku ingat saat itu aku melihat beberapa pemain putra daerah ikut menikmati pertandingan di tribun. Kalau tak salah ada Agus Indra, Herman Rhomansyah, Duani Psatria, dan Dedi Indra.

Beberapa tahun kemudian, kabar GU terpecah ku dengar. Tak lama setelah adanya pilkada. Ku pikir mungkin hanya serah terima klub semata, kalaupun lebih detil mungkin proses adaptasi dari klub yang sebelumnya bergantung pada APBD menjadi klub mandiri tanpa APBD. Eh ternyata aku kecele, Persegres namanya. Beberapa pemain lama yang sempat berkontak denganku tak mau bercerita banyak, mereka hanya mengatakan tawaran untuk bergabung dengan klub itu.

Konflik di tubuh PSSI yang membuat liga terpecah pun membuat klub yang nampak kembar padahal bukan. GU dikabarkan bermarkas di Bangkalan, sedangkan Persegres bermarkas di Gresik, Stadion Petro. Bahkan aku juga sempat mendengar kabar tak sedap tentang tunggakan gaji di tubuh GU yang bermarkas di Bangkalan. Entah benar atau tidak, akupun tak tahu. Aku memang tak terlalu paham dengan apa yang terjadi. Karena memang saat itu keputusanku untuk vakum dan fokus kuliah masih berlaku.

Hingga masa-masa akhir kuliah, ternyata ketertarikanku pada sepakbola muncul kembali. Minatku mengambil sepakbola sebagai topik tugas akhir membuatku mencoba kembali terjun ke sepakbola Gresik. Ya, saat itu namanya sudah jadi Persegres (yang sempat ditambahi embel-embel GU).


Jika dianggap totalitas mendukung klub saat itu, iya. Ku akui malah sebenarnya aku berlebihan saat itu. Bertahun-tahun sejak skripsi usai hingga akhirnya tesisku mengambil subjek yang sama meski topik berbeda membuatku cukup paham apa yang terjadi disepakbola Gresik. Tapi aku tak mau sok tahu, yang ku tahu konflik di PSSI maupun manajemen akan selalu berimbas pada klub, dan pemain tentunya.

Setelah prestasi klub menurun drastis hingga tahun 2018 resmi terdegradasi ke Liga 3, lagi-lagi Ultras yang tanpa henti mengusahakan apapun untuk mengembalikan klub ke identitas aslinya. Jika ada yang bilang mereka mendua karena sempat ikut mendukung Persegres yang dianggap palsu, tidak. Itu tak benar. Cinta mereka pada sepakbola Gresik jauh lebih besar dari itu. Mereka selalu mencoba mencari momen yang tepat untuk benar-benar mengembalikan kejayaan sepakbola Gresik, membawa kembali nama GU ke pangkuan kita yang mencintai sepakbola, membuka mata mereka-mereka yang meremehkan ‘ah hanya sekadar nama’.

Tak bisa ku pungkiri, hatiku hancur berkeping-keping saat musim 2017 lalu. Karena itulah aku membulatkan tekad untuk vakum dari sepakbola Gresik setelah tesisku selesai pada musim 2018. Terlihat jahat memang tiba-tiba pergi dan justru terlihat lebih mencintai Persebaya yang merupakan klub kota kelahiranku. Bagiku, aku tak perlu menjelaskan apapun karena cinta dan sayang itu hanya dapat dipahami oleh mereka yang juga merasakannya.


Tahun 2019 lalu, saat aku mengetahui beberapa pemain eks Persegres 2018 ikut bergabung bersama GU, aku bahagia. Ku lihat semangat mereka yang masih muda itu betul-betul ingin memperbaiki sepakbola Gresik dengan cara berjuang langsung bersama GU. Sayang, aku tak sempat menonton mereka bertanding. Sesekali hanya ku hubungi untuk memastikan mereka mendapatkan dukunganku juga. Buatku, lebih penting mereka memahami bahwa ada Ultras dan publik Gresik yang mendukung penuh dan percaya bahwa mereka dapat mengembalikan sepakbola Gresik pada era yang jauh lebih baik. Inilah yang nantinya akan terus menjadi motivasi mereka membawa nama GU.

Begitupun musim ini yang seharusnya sudah berjalan dari sekitar bulan Mei atau Juni. Sejak mendapat kabar seleksi pemain, rasanya sangat senang. Meski sempat datang saat seleksi dan tak banyak kenal dengan pemain yang ikut, tapi melihat mereka yang termasuk dalam tim seleksi cukup membuatku yakin bahwa GU akan segera memasuki era baru. Pemain-pemain putra daerah banyak yang menyaksikan seleksi dan terlihat cukup terkesan dengan banyaknya pemain yang ikut seleksi untuk tim musim ini.

Apalagi pemilik klub yang baru kabarnya juga sangat serius mempersiapkan tim kedepan. Beberapa kali berdiskusi dengan teman-teman yang mengikuti GU dan sepakbola Gresik, kami betul-betul punya harapan besar untuk dapat menghadirkan era baru bagi GU dan Gresik. Tentunya dengan konsep yang mandiri dan lebih profesional.

Sayangnya, pandemi covid menghalangi kita berbahagia lebih awal. Kita diuji dengan kesusahan dulu tahun ini. Hikmahnya, banyaknya webinar lokal dan internasional tentang pengelolaan sepakbola dapat menjadi salah satu rujukan untuk manajemen GU nanti. Harapan yang sama untuk tahun depan agar pandemi covid segera berakhir dan sepakbola kembali berjalan, lalu GU mulai kembali memperlihatkan eksistensinya pada khalayak. Tak lagi sekadar eksis dalam diri kita yang mencintainya.

Tahun ini, GU genap berusia 15 tahun. Lima belas tahun yang tak mudah dihadapi dengan segala ujian eksistensi dan sisa-sisa tenaga membuatnya bertahan dalam diri kita. Di Bulan Desember yang juga penghujung tahun ini, jangan sedih, jangan kecewa, dan jangan marah pada pandemi!

Yakinkan di penghujung tahun 2020 ini, GU yang berusia 15 tahun ini, memulai kembali.



*Foto didapat dari Google Images dan arsip pribadi