Selasa, 11 Desember 2012

Bersembunyi Dibalik Topeng Pernikahan

9 Desember 2012 17:15


Berita mengenai pernikahan siri yang berkahir dengan cepat antara mantan Bupati Garut Aceng Fikri dengan Fany Octora sudah bukan menjadi kabar burung lagi. Berita yang mneyebutkan bahwa usia pernikahan mereka hanya sekitar 4 hari tersebut sudah dibenarkan sendiri oleh keduanya dan proses talak pun hanya dilakukan Aceng lewat short message service (sms) saja.
Sempat merasa biasa dengan berita semacam ini, tapi setelah mencoba flash back beberapa kasus sebelumnya. Ya, hal seperti ini sudah sangat banyak terjadi di Indonesia. Terkesan begitu mudah menikah lalu bercerai. Padahal dalam agama Islam sendiri sudah diatur bagaimana adab menikah. Namun, sepertinya beberapa orang masih menyalahgunakannya sebagai kedok agar terhindar dari dosa berzina. Lalu sebenarnya siapa yang harus disalahkan?
Menikah dalam Islam adalah sebuah ibadah karena bertujuan untuk meneruskan keturunan. Adabnya hanyalah melalui proses ijab kabul yang dilakukan oleh pihak mempelai pria dengan wali dari pihak wanita. Selain itu terdapat saksi-saksi dari kedua belah pihak mempelai. Sedangkan untuk proses secara hukum, di Indonesia memerlukan ijin dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, hal tersebut bertujuan untuk mendata warga negara yang telah menikah.
Kebanyakan orang menganggap bahwa pernikahan yang dilakukan hanya secara ijab kabul adalah pernikahan siri. Padahal sebenarnya tidak ada istilah mengenai pernikahan siri atau tidak. Itu hanyalah sebuah istilah untuk pernikahan secara agama yang sebenarnya memang sudah sah, namun karena tidak dengan memberikan surat keterangan pada KUA, hal tersebut dianggap menyalahi norma yang ada di Indonesia.
Pernikahan seringkali digunakan sebagai alasan agar terhindar dari zina, untuk itu lebih baik disahkan saja terlebih dahulu. Selain itu terdapat juga alasan poltik maupun ekonomi yang menghalalkan pernikahan siri atau secara agama seperti ini. Bahkan kawin kontrak pun sudah bukan hal yang tabu lagi jaman sekarang. Sebuah pernikahan hanya dijadikan topeng untuk mendapat keuntungan lebih, padahal belum tentu yang dinikahkan juga mau menjalaninya. Jika nanti ada hal-hal buruk yang terjadi setelah pernikahan, barulah pihak keluarga menyesal telah menikahkan putrinya.
Dalam kasus seperti ini, wali dari pihak wanita patut dipersalahkan atas haknya menikahkan putrinya. Seharusnya sebelum menikahkan putrinya, ia harus mengukur bibit bobot dan bebet dari calon mempelai pria, apakah ia baik atau tidak. Meskipun baik buruknya sesuatu merupakan hal yang relatif, tapi setidaknya dari pihak keluarga akan memberikan ukuran-ukuran tertentu untuk putrinya. Karena pernikahan bukanlah sebuah permainan, tanggung jawabnya besar pada Allah SWT.
Menikah adalah sunnah, tapi akan manjadi wajib ketika kedua calon telah sama-sama siap lahir dan batin. Jangan menikah karena uang dan janganlah menunda menikah karena uang pula. Menikahlah karena rezeki itu akan Dia turunkan setelah kamu menikah.