Jumat, 11 Januari 2019

Never Ending Story

Setelah menjalani masa-masa turun lapangan mulai dari mengerjakan preliminary study mulai sekitar tahun 2013 hingga melanjutkan studi magister, tahun 2018 lalu menjadi tahun terakhirku mengikuti dan 'peduli' sepak bola Gresik. Ya, sesuai kesepakatan awal bahwa ketika tesis selesai, maka selesai pula tanggung jawabku pada sepak bola Gresik. Terutama pada klub kesayangan Persegres GU.

Jika ditanya sedih atau tidak, pasti sedih rasanya. Apalagi sedari tahun 2013 hingga kemarin, sudah banyak suka duka yang kami alami bersama. Belum lagi peristiwa-peristiwa unik yang mengiringi perjalanan tim, hingga naik turun prestasi mereka. Rasanya cerita kami takkan pernah berakhir. 

Sekian lama mendampingi tim ini sekaligus sempat menjalin kerja sama sebagai media partner, bagiku musim 2017 adalah musim terberat yang kami lewati. Saya tahu ditahun itu pun saya melakukan kesalahan. Akibat ketidakpedulian beberapa pemain akan peristiwa buruk dalam tim, imbasnya justru saya yang harus terjun lebih dalam untuk membantu pemain lainnya tetap berdiri meski belum cukup kuat.

Kabar tentang pengaturan pertandingan hingga tunggakan gaji mengiringi jalannya musim kompetisi. Tak lupa pula, prestasi yang sudah pasti jeblok akibat hancurnya mental pemain. Saya yang saat itu seharusnya sudah melakukan uji coba penelitian akhirnya harus menunda jadwal. Bagi saya, menjaga kesehatan mental pemain yang sudah dalam kondisi kritis lebih penting. Meski saya juga harus menerima konsekuensi bahwa tesis saya jelas molor, selain akibat kesalahpahaman yang terjadi di kampus.

Sebelumnya saya sempat berdiskusi dengan dosen yang juga berkutat dengan sepak bola. Beliau setuju agar saya tetap melakukan pendampingan pada pemain di tim. Resikonya, saya harus siap menjadi musuh bagi manajemen, pelatih, dan pemain lain yang tidak setuju dengan tindakan saya, sekaligus para suporter. Faktanya, semenjak di tengah musim hingga musim kompetisi berakhir, saya benar-benar menerima konsekuensi itu yang berlanjut pada musim 2018 lalu.

Tapi pengalaman melewati masa-masa berat ditahun 2017 itu membuat saya menyadari satu hal. Kita memang harus memilih antara bertahan dengan keadaan dalam kondisi mental yang tak sehat atau pergi dari lingkungan yang tak membuat sehat mental dan mencari lingkungan baru yang lebih sehat. Keduanya pun memiliki konsekuensi masing-masing.

Hingga saya melakukan sesi foto bersama tim setelah sidang tesis lalu, saya masih merasa bersyukur pernah diberi kesempatan mengenal orang-orang baik dalam tim. Meski kami semua tentu memiliki sisi buruk masing-masing, tapi inilah perjalanan kami yang harus diakhiri. Namun, cerita tentang kami takkan pernah berakhir. Esok akan ada waktunya mengukir cerita baru bersama orang-orang baru.

Terima kasih, Persegres GU! See you when I see you!