Berita
mengenai pernikahan siri yang berkahir dengan cepat antara mantan Bupati Garut
Aceng Fikri dengan Fany Octora sudah bukan menjadi kabar burung lagi. Berita
yang mneyebutkan bahwa usia pernikahan mereka hanya sekitar 4 hari tersebut
sudah dibenarkan sendiri oleh keduanya dan proses talak pun hanya dilakukan
Aceng lewat short message service
(sms) saja.
Sempat
merasa biasa dengan berita semacam ini, tapi setelah mencoba flash back beberapa kasus sebelumnya.
Ya, hal seperti ini sudah sangat banyak terjadi di Indonesia. Terkesan begitu
mudah menikah lalu bercerai. Padahal dalam agama Islam sendiri sudah diatur
bagaimana adab menikah. Namun, sepertinya beberapa orang masih
menyalahgunakannya sebagai kedok agar terhindar dari dosa berzina. Lalu
sebenarnya siapa yang harus disalahkan?
Menikah
dalam Islam adalah sebuah ibadah karena bertujuan untuk meneruskan keturunan.
Adabnya hanyalah melalui proses ijab kabul yang dilakukan oleh pihak mempelai
pria dengan wali dari pihak wanita. Selain itu terdapat saksi-saksi dari kedua
belah pihak mempelai. Sedangkan untuk proses secara hukum, di Indonesia
memerlukan ijin dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, hal tersebut bertujuan
untuk mendata warga negara yang telah menikah.
Kebanyakan
orang menganggap bahwa pernikahan yang dilakukan hanya secara ijab kabul adalah
pernikahan siri. Padahal sebenarnya tidak ada istilah mengenai pernikahan siri
atau tidak. Itu hanyalah sebuah istilah untuk pernikahan secara agama yang
sebenarnya memang sudah sah, namun karena tidak dengan memberikan surat
keterangan pada KUA, hal tersebut dianggap menyalahi norma yang ada di
Indonesia.
Pernikahan
seringkali digunakan sebagai alasan agar terhindar dari zina, untuk itu lebih
baik disahkan saja terlebih dahulu. Selain itu terdapat juga alasan poltik
maupun ekonomi yang menghalalkan pernikahan siri atau secara agama seperti ini.
Bahkan kawin kontrak pun sudah bukan hal yang tabu lagi jaman sekarang. Sebuah
pernikahan hanya dijadikan topeng untuk mendapat keuntungan lebih, padahal
belum tentu yang dinikahkan juga mau menjalaninya. Jika nanti ada hal-hal buruk
yang terjadi setelah pernikahan, barulah pihak keluarga menyesal telah
menikahkan putrinya.
Dalam
kasus seperti ini, wali dari pihak wanita patut dipersalahkan atas haknya
menikahkan putrinya. Seharusnya sebelum menikahkan putrinya, ia harus mengukur
bibit bobot dan bebet dari calon mempelai pria, apakah ia baik atau tidak.
Meskipun baik buruknya sesuatu merupakan hal yang relatif, tapi setidaknya dari
pihak keluarga akan memberikan ukuran-ukuran tertentu untuk putrinya. Karena
pernikahan bukanlah sebuah permainan, tanggung jawabnya besar pada Allah SWT.
Menikah
adalah sunnah, tapi akan manjadi wajib ketika kedua calon telah sama-sama siap
lahir dan batin. Jangan menikah karena uang dan janganlah menunda menikah
karena uang pula. Menikahlah karena rezeki itu akan Dia turunkan setelah kamu
menikah.