Cukup banyak sepertinya yang mengatakan bahwa aku orang yang terlalu sabar. Memang tak mudah menghadapi semuanya dengan penerimaan dan pikiran yang selalu positif. Terkadang terlihat seperti aku yang selalu terpojok, tapi aku pun mungkin tak tahu bahwa dia merasakan hal yang sama seperti yang ku rasakan itu.
Ku pikir aku sudah cukup sabar menghadapinya, tapi sepertinya masih belum. Ya, aku masih ingat ucapanku sendiri, "Kesabaran itu tak berbatas, tapi kemauan untuk sabar yang berbatas."
Aneh rasanya saat aku sendiri mengakui bahwa sebenarnya kami sama saja. Sama-sama egois, sama-sama tak mau disusahkan, bahkan sama-sama pemarah (mungkin). Kadang sulit rasanya untuk mengakuinya dan itu yang terkadang membuatku merasa 'lebih' darinya. Padahal ya, sama saja.
Tapi apa dia tahu itu? Tahu apa yang sebenarnya ku pikirkan dan ku rasakan? Sepertinya tidak, atau lebih tepatnya belum. Dan sekali lagi aku harus 'mau' mengakui bahwa itu sama. Aku juga tak tahu kalau ternyata dia juga memikirkan atau merasakan hal yang sama denganku.
Cukup dengan sabar saja kah? Atau disertai dengan ikhlas? Atau bahkan diperlukan toleransi juga? Ya, semuanya mungkin masih belum cukup untuk memberikan kekuatan menghadapi segalanya secara utuh. Bahkan terkadang memahami kemauan diri sendiri saja masih belum mampu, lalu bagaimana bisa memahami kemauan orang lain? Sama saja kan? Sabar dengan kondisi diri sendiri saja masih sulit, bagaimana bisa mengatakan bahwa diri ini sudah sabar dengan orang lain?
Saat ini yang ku tahu adalah aku penganut paham humanis. Bagiku setiap manusia bisa saja melakukan hal yang sama dengan manusia lainnya, meskipun mungkin pada waktu yang berbeda. Dan aku benar-benar harus mau menerimanya, mempraktekkannya, menerapkannya pada diriku sendiri dulu dan baru mencoba menerapkannya pada orang lain.
NB :
Kalau ada yang merasa tersinggung atau sakit hati dengan tulisan ini, saya minta maaf. Saya hanya mencoba mengungkapkan sedikit persepsi saya saja.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar