20 Juli 2011
Sekitar 5 hari lalu aku secara mendadak
menyetujui untuk ikut teman-temanku berekspedisi ke salah satu pulau yang
terkenal dengan segara anakannya. Ya, Pulau Sempu. Pulau yang berada di daerah
Malang Selatan ini terkenal masih asli dan begitu membuat penasaran siapa saja
penikmat adventure.
Ditempuh sekitar 2 jam dari Kota Malang
dengan melewati Pantai Sendang Biru, pulau ini terkenal juga sebagai taman
wisata yang dilindungi. Karena itu dikabarkan tidak sembarang orang dapat
memasuki dan bercamping ria di sana.
Dulu aku memang pernah ke Pantai Sendang
Biru, namun itu sudah sekitar 4 tahun yang lalu. Dan pemandangan di sana memang
tidak seperti pantai-pantai biasanya. Pantai ini tertutup luasnya Pulau Sempu,
sehingga ombak laut selatan yang masuk masih terlampau tenang. Perahu-perahu
nelayan pun bebas di parkir di pinggiran pantai.
Kami berangkat ke Malang agak terlambat
dari jadwal, kami berangkat dari Surabaya sekitar jam 6 sore. Sebelumnya kami
harus pergi ke Mojokerto untuk menjemput saudara temanku. Kami berangkat
berenam, dan sayalah yang paling cantik diantara pemuda-pemuda ini. Hehehe
Kami berangkat dari Mojokerto sekitar jam 8
malam, lalu langsung mengudara ke Malang. Hingga sampai di daerah Turen sekitar
jam 11 malam. Jalan menuju Sempu tentu saja sama dengan ke Pantai Sendang Biru.
Melewati jalan berliku dengan tikungan-tikungan tajam khas pegunungan yang naik
turun. Tak terasa kami pun tiba di Sendang Biru sekitar jam 2 malam. Ya,
saat-saat paling tidak tepat untuk menikmati angin pantai yang dingin.
Kami baru menyeberang ke Pulau Sempu esok
harinya. Karena tidak ingin menyalahi prosedur yang ada, kami meminta ijin pada
pengelola untuk pergi ke Pulau Sempu. Dan setelah surat ijin telah kami
dapatkan, kami segera meminta nelayan untuk mengantarkan kami menyeberang.
Biaya menyeberang pergi-pulang sekitar 100 ribu untuk 1 perahu. Nanti sesuai
perjanjian, kami akan dijemput lagi.
Jalanan menuju Segara Anakan tidaklah
mudah, kami harus melewati hutan basah yang tentu saja banyak hewan-hewan
penghuninya. Untuk mengantisipasi kaki lecet atau terluka, sebaiknya
menggunakan sepatu atau sandal yang memang untuk tracking. Karena saya mengalaminya sendiri akibat kesalahan memakai
sepatu.
Perjalanan melewati hutan basah ini
ditempuh sekitar 2 jam dari penyeberangan. Padahal jaraknya dengan Segara
Anakan hanya sekitar 2,5 km. Tapi karena yang dilewati berupa hutan yang masih
asli, ya siapkan fisik dan bawa air minum secukupnya untuk berjaga-jaga. Ada
pula yang membawa kompor gas, LPG, hingga air gallon untuk berjaga-jaga mungkin
yang ingin menginap. Oh iya, jangan lupa untuk yang ingin beristirahat agar
membawa tenda atau tikar. Karena siang hari tetap panas.
Perjalanan kami dihargai sangat mahal
setelah akhirnya kami pun tiba di Segara Anakan. Sungguh indah ciptaan-Nya.
Pantai yang masih asli, dikelilingi pohon-pohon rimbun, dan sesekali terdengan
deburan ombak yang menabrak karang di ujung pulau menjadi pemandangan yang tak
terlupakan. Bahkan untuk berenang atau bermain air di tengah pun tidak perlu
takut, karena airnya tidak terlalu dalam seperti pantai-panti biasanya. Pasir
pantainya yang halus pun masih dapat digunakan untuk berlarian atau malah
bemain futsal bersama.
Selain itu ada beberapa monyet yang
biasanya berlalu-lalang menggoda pengunjung atau bahkan mengambil makanan milik
pengunjung. Tapi tentu saja mereka pada dasarnya tidak mengganggu pengunjung
yang sedang menikmati pantai. Hanya saja agak sedikit kecewa setelah pulau ini
mulai ramai dikunjungi orang, banyak sampah yang berserakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar