Kamis, 02 Agustus 2012

Petrokimia Putra Berganti Kostum Gresik United

Tiba-tiba aku ingin mengingat sedikit tentang Petrokimia Putra hingga generasi yang selanjutnya. Ya, anggap saja ini menjadi ulasan kembali setelah tulisanku sebelumnya mengenai hal yang sama. Tak banyak yang ku ketahui tentang mereka sebenarnya. Masing-masing generasi memiliki cirri khas yang tidak dapat dilupakan, ringannya tentang perjuangan mereka atau prestasilah biasa mereka menyebutnya.            Yang ku tahu adalah ketika masa perubahan secara besar-besaran itu dimulai, para pemain yang dulu betah tinggal di tim pergi satu per satu. Pindah ke klub yang mau menampung mereka dan menghargai perjuangan mereka yang sebelumnya. Mungkin bagi banyak pihak, itu bukanlah bukti loyalitas mereka pada tim yang saat itu memang terpaksa harus terdegradasi. Tapi aku masih percaya, suatu saat nanti mereka akan kembali.            Kemudian satu per satu pemain baru datang, lebih tepatnya pemain muda. Mungkin terlihat belum berpengalaman, seperti anak baru kemarin sore. Ya, aku masih ingat betul saat itu. Aku masih begitu ceria saat memanggil mereka dengan sebutan ‘mas’. Aku tak terlalu hafal siapa saja pemain yang baru datang itu. Beberapa terasa tidak asing karena berasal dari Kota Pudak sendiri atau dari Kota Pahlawan dan Kota Udang. Salah satunya yang masih ku ingat adalah Basuki dan Herman Rhomansyah.                      Basuki waktu itu baru saja pindah dari Persebaya, dan dia bermain bagus di sana. Sedangkan Herman, aku masih sangat mengenalnya karena dia adik dari Agus Indra. Kami memang sudah lama saling mengenal, meski mungkin aku lebih tahu siapa kakaknya yang sebenarnya. Basuki dan Herman sama-sama memiliki loyalitas tinggi pada klubnya. Aku tahu itu karena beberapa kali (sekali lagi) aku main-main ke mess dan ternyata susunan mess itu tak pernah berubah, hanya penghuninya saja. Dengan tambahan Purwaka Yudhi dan Mulyani yang keduanya berasal dari Lampung.            Petualanganku dimulai lagi dengan kenalan-kenalan baru itu. Pengalaman yang tidak dapat ku lupa ialah aku selalu saja jadi sasaran cemburu oleh kekasih para pemain itu. Entah kenapa, ku pikir aku yang masih anak lugu itu tidak mungkin lah merebut mereka yang sudah mapan dan berpendirian itu. Tapi sudahlah, mungkin memang hanya salah paham saja karena memang aku dan para pemain itu masih merasa teman baik. Tentu saja aku juga sadar mereka terlalu baik padaku, bahkan bukan hanya sering mendapat tiket nonton pertandingan mereka, juga jajanan kecil yang ada di mess pun sering mereka bawakan pulang padaku.
            Hingga kemudian tim itu bukan malah mengalami peningkatan malah penurunan. Ada yang salah sepertinya mengenai manajemen tim dan kepengurusannya. Beberapa kali mereka sedikit membocorkan mengenai jam meeting atau bahkan undangan gaji yang dibayar telat tanpa alasan yang jelas. Maklum saja waktu itu memang rata-rata klub di Indonesia masih menggunakan dana APBD dari masing-masing daerah. Protes pun tak mungkin, yang bisa ku lakukan hanya mencoba konfirmasi apa benar soal macetnya dana itu dari pemerintah. Aku yang masih seumur jagung itu juga tak mungkin ikut campur urusan mereka yang jelas lebih dewasa dan berpengalaman daripada aku.
         Aku hampir saja terlihat gila dengan para pemain ini. Seringkali aku pergi ke mess hanya sekedar bercanda dengan mereka. Apalagi saat mereka latihan sore aku selalu menyempatkan untuk melihat mereka. Sampai-sampai semua pemain pun hafal padaku, benar-benar seperti perempuan fanatik terhadap pemain dan bukan sepak bolanya. Aku selalu mencoba mendukung mereka dan update mengenai kabar terbaru tentang tim dan satu per satu pemainnya. Hingga aku sadar bahwa tim itu pun akhirnya akan dilebur menjadi Gresik United. Ya, peleburan antara Persegres dengan Petrokimia Putra itu disebabkan sudah tak adanya dana dari pihak Petrokimia karena prestasi tim yang lama kelamaan menurun dan kemudian pemerintah pun mengambil alih semuanya.            Pemain-pemain baru pun akhirnya berdatangan dan pemain lama pun pergi ke klub mereka yang baru. Kebanyakan pemain merupakan pemain muda yang berasal dari daerah maupun putra daerah sendiri dan aku juga tak terlalu kenal dengan mereka. Hingga beberapa musim terlewati dan pemain-pemain lama yang dulu merantau pun kembali lagi. Aku menemukan teman-temanku lagi dengan kondisiku yang mulai beranjak dewasa. Di satu sisi aku senang karena mereka mau bangkit dengan loyalitas mereka pada klub, tapi di sisi lain aku sedikit kecewa ternyata mereka kadang menuntut informasi lebih mengenai gaji kepada pemerintah.            Ku pikir inilah hidup, butuh terjatuh untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang berharga yang pernah disia-siakan. Kini setelah dua musim lalu Gresik United mengalami masa-masa geje dan akhirnya mampu bangkit kembali, justru PSSI yang menyia-nyiakan kesempatan para pemain muda untuk dapat berkembang. Tim sepak bola Kota Pudak pun harus rela terbagi menjadi dua menjadi Persegres dan Gresik United. Opini masyarakat pun akhirnya terbagi hingga beberapa kabar bermunculan tentang adanya kelompok supporter baru selain Ultrasmania.
            Mungkin sedikit menyalahkan PSSI karena langkahnya sudah membuat beberapa klub dan kelompok supporter menjadi runyam atau makin rusuh. Tapi sepak bola tetaplah sepakbola. Yang ku ingat saat aku masih sering ke messnya Aris Budi dan Jaenal Ichwan adalah dua kalimat ini, “Bola itu bundar, apapun bisa terjadi,” dan “Menang itu biasa, tapi kalah luar biasa.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar