Petrokimia Putra Berganti Kostum Gresik United
Tiba-tiba aku ingin mengingat sedikit
tentang Petrokimia Putra hingga generasi yang selanjutnya. Ya, anggap saja ini
menjadi ulasan kembali setelah tulisanku sebelumnya mengenai hal yang sama. Tak
banyak yang ku ketahui tentang mereka sebenarnya. Masing-masing generasi
memiliki cirri khas yang tidak dapat dilupakan, ringannya tentang perjuangan
mereka atau prestasilah biasa mereka menyebutnya. Yang
ku tahu adalah ketika masa perubahan secara besar-besaran itu dimulai, para
pemain yang dulu betah tinggal di tim pergi satu per satu. Pindah ke klub yang
mau menampung mereka dan menghargai perjuangan mereka yang sebelumnya. Mungkin
bagi banyak pihak, itu bukanlah bukti loyalitas mereka pada tim yang saat itu
memang terpaksa harus terdegradasi. Tapi aku masih percaya, suatu saat nanti
mereka akan kembali. Kemudian
satu per satu pemain baru datang, lebih tepatnya pemain muda. Mungkin terlihat
belum berpengalaman, seperti anak baru kemarin sore. Ya, aku masih ingat betul
saat itu. Aku masih begitu ceria saat memanggil mereka dengan sebutan ‘mas’.
Aku tak terlalu hafal siapa saja pemain yang baru datang itu. Beberapa terasa
tidak asing karena berasal dari Kota Pudak sendiri atau dari Kota Pahlawan dan
Kota Udang. Salah satunya yang masih ku ingat adalah Basuki dan Herman
Rhomansyah. Basuki
waktu itu baru saja pindah dari Persebaya, dan dia bermain bagus di sana.
Sedangkan Herman, aku masih sangat mengenalnya karena dia adik dari Agus Indra.
Kami memang sudah lama saling mengenal, meski mungkin aku lebih tahu siapa
kakaknya yang sebenarnya. Basuki dan Herman sama-sama memiliki loyalitas tinggi
pada klubnya. Aku tahu itu karena beberapa kali (sekali lagi) aku main-main ke
mess dan ternyata susunan mess itu tak pernah berubah, hanya penghuninya saja.
Dengan tambahan Purwaka Yudhi dan Mulyani yang keduanya berasal dari Lampung. Petualanganku
dimulai lagi dengan kenalan-kenalan baru itu. Pengalaman yang tidak dapat ku
lupa ialah aku selalu saja jadi sasaran cemburu oleh kekasih para pemain itu.
Entah kenapa, ku pikir aku yang masih anak lugu itu tidak mungkin lah merebut
mereka yang sudah mapan dan berpendirian itu. Tapi sudahlah, mungkin memang
hanya salah paham saja karena memang aku dan para pemain itu masih merasa teman
baik. Tentu saja aku juga sadar mereka terlalu baik padaku, bahkan bukan hanya
sering mendapat tiket nonton pertandingan mereka, juga jajanan kecil yang ada
di mess pun sering mereka bawakan pulang padaku.
Hingga
kemudian tim itu bukan malah mengalami peningkatan malah penurunan. Ada yang
salah sepertinya mengenai manajemen tim dan kepengurusannya. Beberapa kali
mereka sedikit membocorkan mengenai jam meeting
atau bahkan undangan gaji yang dibayar telat tanpa alasan yang jelas. Maklum
saja waktu itu memang rata-rata klub di Indonesia masih menggunakan dana APBD
dari masing-masing daerah. Protes pun tak mungkin, yang bisa ku lakukan hanya
mencoba konfirmasi apa benar soal macetnya dana itu dari pemerintah. Aku yang
masih seumur jagung itu juga tak mungkin ikut campur urusan mereka yang jelas
lebih dewasa dan berpengalaman daripada aku.
Aku
hampir saja terlihat gila dengan para pemain ini. Seringkali aku pergi ke mess
hanya sekedar bercanda dengan mereka. Apalagi saat mereka latihan sore aku
selalu menyempatkan untuk melihat mereka. Sampai-sampai semua pemain pun hafal
padaku, benar-benar seperti perempuan fanatik terhadap pemain dan bukan sepak
bolanya. Aku selalu mencoba mendukung mereka dan update mengenai kabar terbaru tentang tim dan satu per satu
pemainnya. Hingga aku sadar bahwa tim itu pun akhirnya akan dilebur menjadi
Gresik United. Ya, peleburan antara Persegres dengan Petrokimia Putra itu
disebabkan sudah tak adanya dana dari pihak Petrokimia karena prestasi tim yang
lama kelamaan menurun dan kemudian pemerintah pun mengambil alih semuanya. Pemain-pemain
baru pun akhirnya berdatangan dan pemain lama pun pergi ke klub mereka yang
baru. Kebanyakan pemain merupakan pemain muda yang berasal dari daerah maupun
putra daerah sendiri dan aku juga tak terlalu kenal dengan mereka. Hingga
beberapa musim terlewati dan pemain-pemain lama yang dulu merantau pun kembali
lagi. Aku menemukan teman-temanku lagi dengan kondisiku yang mulai beranjak
dewasa. Di satu sisi aku senang karena mereka mau bangkit dengan loyalitas
mereka pada klub, tapi di sisi lain aku sedikit kecewa ternyata mereka kadang
menuntut informasi lebih mengenai gaji kepada pemerintah. Ku
pikir inilah hidup, butuh terjatuh untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang
berharga yang pernah disia-siakan. Kini setelah dua musim lalu Gresik United
mengalami masa-masa geje dan akhirnya
mampu bangkit kembali, justru PSSI yang menyia-nyiakan kesempatan para pemain
muda untuk dapat berkembang. Tim sepak bola Kota Pudak pun harus rela terbagi
menjadi dua menjadi Persegres dan Gresik United. Opini masyarakat pun akhirnya
terbagi hingga beberapa kabar bermunculan tentang adanya kelompok supporter
baru selain Ultrasmania. Mungkin
sedikit menyalahkan PSSI karena langkahnya sudah membuat beberapa klub dan
kelompok supporter menjadi runyam atau makin rusuh. Tapi sepak bola tetaplah
sepakbola. Yang ku ingat saat aku masih sering ke messnya Aris Budi dan Jaenal
Ichwan adalah dua kalimat ini, “Bola itu bundar, apapun bisa terjadi,” dan
“Menang itu biasa, tapi kalah luar biasa.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar