Gojek Traveloka Liga 1 sudah memasuki pekan ke-11 di bulan ramadhan ini. Namun, Persegres GU masih anteng di peringkat 17 klasemen sementara. Tim kesayangan Ultras Gresik ini hanya mampu meraih 5 poin dari sekali menang, 2 kali seri, dan 8 kali kalah. Mereka juga menjadi kontestan yang paling banyak kebobolan dengan 22 gol.
Sempat
memberikan penampilan yang menjanjikan ketika perhelatan Piala Presiden pada Februari
lalu, kini Persegres justru seperti tak punya taji lagi mengikuti kompetisi. Apa
yang salah dengan tim ini? Saya ingin mencoba menganalisis hal-hal apa saja
yang dapat mempengaruhi rentetan hasil buruk Persegres GU.
Target
Sebelum kompetisi dimulai, manajemen
Persegres dan Ultras sempat mengadakan pertemuan untuk membahas persiapan dan
target tim di kompetisi musim 2017. Saat itu, manajemen ingin agar tim ini
mampu bercokol di 10 besar klasemen (Kumara, 2017). Kemudian sebelum memasuki kick off kompetisi, manajemen mengubah
target agar dapat berada di papan tengah klasemen dengan raihan 20 poin di
putaran pertama liga (Ayu, 2017).
Target manajemen memang nampaknya
terbilang realistis jika melihat penampilan tim selama mengikuti Piala
Presiden. Penurunan target dari manajemen pada pelatih menjadi langkah pertama
pelatih dalam menentukan komposisi pemain dalam tim. Misalnya, kualitas 11
pemain utama yang dilihat dari kondisi fisik, skill, teknik, hingga strategi apa yang akan diberikan pada pemain.
Termasuk pula program latihan dari tim pelatih.
Target dari pelatih kemudian
diturunkan pada pemain. Bagaimana pemain merealisasikan target dari manajemen
dan pelatih, mungkin dengan menyatukan tujuan dengan sesama pemain. Target
paling spesifik misalnya, dalam pertandingan hari ini harus menang dan tak
hanya bermain giras saja. Jika dalam satu tim memiliki tujuan yang berbeda-beda,
sudah dipastikan ketika di lapangan pun pemain pasti akan bertindak mengikuti
tujuan mereka sendiri-sendiri. Mungkin ada yang hanya ingin menampilkan skill individunya, ada yang hanya ingin menang,
atau ada juga beberapa yang menganggap ah yang penting main bagus.
Komunikasi
Target dari manajemen yang kemudian
diturunkan hingga ke pemain tentu saja membutuhkan komunikasi yang baik agar
pemain memahami apa saja yang harus mereka lakukan. Target yang belum spesifik
misalnya berada di papan tengah tak akan ada artinya jika pelatih tidak mampu
mengartikan dengan baik apa yang diinginkan manajemen. Begitu pula pada pemain,
pelatih tidak akan mampu membuat pemainnya meraih target yang diinginkan jika
komunikasi tidak dibangun dengan baik.
Pemain perlu tahu tujuan dan manfaat
apa saja dari program latihan yang diberikan pelatih. Ketika ada beberapa yang
mungkin dirasa kurang cocok atau kurang tepat, seharusnya pemain dapat
mengkomunikasikan hal tersebut pada pelatih. Misalnya dengan berdiskusi. Karena
seperti diketahui bahwa terkadang akan muncul rasa jenuh pada pemain ketika
pelatih memberikan program latihan yang itu-itu saja dalam jangka waktu lama.
Pemain dan pelatih berhak melakukan sharing. Pemain mengungkapkan pengalaman
mereka ketika di lapangan dengan strategi-strategi yang telah diinstruksikan
pelatih dan pelatih juga berhak menjelaskan mengapa memilih materi latihan atau
instruksi tersebut untuk dijalani pemain. Tidak semua pemain juga mudah
memahami instruksi dari pelatih, terkadang pelatih harus jeli siapa-siapa yang
memang tepat menjalankan instruksi darinya.
Rotasi
pemain pun terkadang perlu dilakukan untuk mengetahui hal ini. Jam terbang pemain
yang jauh tak sama dapat mengurangi kualitas komunikasi antar pemain. Kalau ada
pemain yang sempat miskomunikasi dengan temannya berulang kali saat bertanding,
sebaiknya butuh rotasi kan? Beberapa pemain mungkin akan lebih nyaman bermain
dengan teman-temannya yang sudah dekat dengannya, untuk memudahkan komunikasi
di lapangan. Tak ada rotasi pemain juga dapat mengakibatkan minimnya persaingan
antar pemain untuk menampilkan kemampuan terbaiknya.
Tapi
kembali lagi pada kebijakan kebutuhan strategi. Satu dua kali terjadi
miskomunikasi itu sudah biasa, tapi apabila itu terjadi berkelanjutan tentu bisa
dibayangkan bagaimana jadinya tim kedepan. Strategi tidak jalan, permainan di
lapangan kacau sana sini.
Emosi
Emosi berhubungan langsung dengan faktor-faktor
penting di lapangan. Mulai dari komunikasi, percaya diri, fokus dan konsentrasi,
atau tentang menurunnya kemampuan fisik. Emosi dapat dilihat dari respon
fisiologis, kognitif, dan perilaku (Lane, dkk, 2011). Bentuk respon emosi
secara fisiologis dapat digambarkan dengan meningkatnya detak jantung dan napas
yang semakin cepat. Respon emosi secara kognitif digambarkan dengan persepsi
dan bagaimana memproses informasi yang lebih diprioritaskan, serta perubahan
konsentrasi dan fokus, sedangkan respon emosi yang digambarkan dengan perilaku
lebih sering terlihat ketika seorang pemain marah atau melakukan agresi
terhadap lawannya yang seringkali berujung pada kartu kuning atau merah.
Bukan hanya itu saja, coba ingat-ingat
bagaimana pemain setelah kebobolan lebih dulu! Ketika pemain justru lebih
bersemangat mengejar ketertinggalan, emosi mereka meningkat secara positif. Namun,
ketika mereka justru menjadi lesu dan akhirnya kebobolan lagi, maka hal ini
perlu diperhatikan. Selain itu, ketika tim sudah mencetak gol dan mempimpin
sementara, terkadang pemain lebih percaya diri. Saking percaya dirinya, sampai lupa kembali menjaga konsentrasi
untuk mempertahankan skor.
Dukungan
dari sesama pemain tentu sangat diperlukan. Membangkitkan semangat satu sama
lain, membantu memperbaiki fokus mereka-mereka yang mulai lelah, dan
mengendalikan teman-temannya apabila permainannya sudah memasuki tahap kasar.
Mengatur emosi dengan tetap bermain
tenang dan sabar membantu pemain menjaga fisik dan konsentrasi mereka untuk
tetap fokus pada pertandingan. Contoh yang paling terlihat dari setiap
pertandingan Persegres adalah finishing.
Penyelesaian akhir pemain seringkali tak sesuai harapan. Kenapa? Bisa jadi
karena pemain kurang tenang, terburu-buru, atau bahkan terlalu berambisi
mencetak gol.
Kompak
Jika melihat penampilan Persegres GU
yang tak pernah stabil, tentu akan terlihat kekompakan pemain mungkin hanya ada
pada kisaran 50%-60% saja. Seringkali pemain lupa akan peranannya untuk menutup
kekurangan atau kesalahan pemain lainnya. Misalnya, lini tengah merupakan
pertahanan pertama yang seharusnya tidak boleh mudah terbuka. Ketika ada satu
dua pemain lawan masuk ke lini tengah, seharusnya pemain lain langsung berusaha
menutup pergerakan mereka. Namun, seringkali justru hal ini terlambat dilakukan
oleh pemain-pemain Persegres. Akhirnya pemain belakang yang harus jatuh bangun
menghalangi pemain lawan.
Pembagian tugas masing-masing pemain
juga patut dipertanyakan. Setiap pemain memiliki posisinya masing-masing dengan
keahlian mereka dalam posisi tersebut. Tapi sayangnya, terkadang pemain lupa
tugasnya. Siapa yang harus membantu menyerang dan memberikan bola pada pemain
depan atau siapa yang harus menutup pergerakan lawan ketika mulai memasuki lini
pertahanan tim.
Kekompakan bukan hanya sekedar tentang
pembagian tugas/peranan saja. Kekompakan juga tentang saling percaya satu sama
lain, saling melengkapi, saling memiliki, saling mempengaruhi, adanya persahabatan
antar pemain, dan juga bagaimana anggota tim begitu menikmati waktu ketika
mereka bersama-sama. Kepuasan berada dalam satu tim yang sama menjadi salah
satu indikator bagaimana pemain mau ikut berpartisipasi, berperan lebih lagi, dan
saling peduli terhadap sesamanya. Berani mengingatkan mereka yang salah atau
berbagi pengalaman antara senior dan pemain muda.
Norma
(Aturan)
Setiap tim tentu memiliki aturan atau
normanya sendiri-sendiri. Hal ini yang mengatur mereka untuk tetap disiplin dan
menyadarkan mereka akan kewajiban dalam tim. Hal kecil yang mungkin dapat
dijadikan teguran misalnya jam istirahat pemain yang mungkin terkadang masih
lalai. Ketika esok hari ada latihan pagi, seharusnya pemain dapat beristirahat
maksimal jam 11 malam atau tidak begadang.
Menjaga makanan pun terkadang menjadi
persoalan sendiri ketika hal itu mempengaruhi kondisi fisik pemain. Musim lalu,
saya pernah berdiskusi dengan Coach Yogie (pelatih fisik). Beliau mengatakan
ada beberapa pemain yang mengeluh cepat lelah ketika latihan pagi. Setelah
ditanyakan malamnya makan apa, pemain tersebut menjawab makan gorengan.
Kemudian Coach Yogie menjelaskan bahwa tenaga yang dihasilkan pada pagi hari
berasal dari asupan makanan yang dikonsumsi malam hari sebelumnya. Ketika malam
hari pemain memakan gorengan, tak salah jika esok paginya kondisi fisiknya akan
melemah.
Menjadi pemain professional tentu saja
harus dimulai dengan menjalankan hal-hal kecil secara disiplin. Mulai dari
mengatur jam istirahat, pola makan, pola latihan ketika libur, atau dengan
aturan-aturan tim yang disepakati bersama-sama. Mungkin adanya denda ketika
tidak datang latihan atau terlambat, sanksi ketika tidak dapat mengikuti acara
tim, atau bahkan adanya denda untuk pemain yang terkena kartu saat
pertandingan. Mungkin terkesan terlalu mengatur, tapi apabila hal-hal seperti
ini justru baik untuk tim, kenapa tidak? Ketika sudah berada dalam tim, maka
disiplin bukan hanya menjadi tanggung jawab diri sendiri, melainkan seluruh
anggota tim.
Lingkungan
Lingkungan yang
mengitari pemain ada tim pelatih, manajemen, dan suporter. Gambaran faktor
lingkungan mempengaruhi bagaimana penampilan pemain ketika di lapangan.
Dukungan dari tim pelatih, manajemen, dan suporter memiliki arti besar terhadap
perkembangan penampilan pemain. Masing-masing memiliki peranan masing-masing
tentunya. Manajemen mendukung dengan fasilitas dan finansialnya, tim pelatih
dengan program latihannya, serta suporter dengan kehadiran dan sorakannya di
stadion.
Elemen-elemen yang membentuk
lingkungan untuk pemain memberikan dampak yang baik apabila mereka mampu
menjalankan peran masing-masing dengan maksimal pula. Dukungan bukan hanya
sekedar kehadiran, materi, atau lainnya. Jangan pernah lupa bahwa masing-masing
adalah manusia yang butuh ditegur dan diingatkan apabila ada yang salah,
kurang, atau bahkan berlebihan! Tak perlu segan untuk mengingatkan, karena
masing-masing adalah elemen yang saling membutuhkan satu sama lain.
Memberikan
saran dan kritik adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap tim. Kritik itu
sifatnya membangun, bukan menjatuhkan. Kritik itu dibuat untuk membangkitkan,
bukan menyakiti. Saran itu diberikan untuk memperbaiki, bukan untuk menghakimi.
Bentuklah lingkungan yang saling mendukung satu sama lain, karena sebuah tim
yang sukses bergantung dari keharmonisan pemain, pelatih, manajemen, dan
suporternya.
Sumber:
Ayu, D. (2017, 16 Mei). Inilah
target manajemen persegres di putaran pertama liga 1. Tribun Jatim [on-line]. Diakses dari http://jatim.tribunnews.com/2017/05/16/inilah-target-manajemen-persegres-di-putaran-pertama-liga-1.
Kumara, T.B. (2017, 17 Januari). Demi target
tinggi musim 2017, manajemen persegres bersua dengan ultras. Juara.net [on-line]. Diakses dari http://www.juara.net/read/sepak-bola/indonesia/166900-demi.target.tinggi.musim.2017.manajemen.persegres.bersua.dengan.ultras.
Lane, A., dkk. (2011). The
bases expert statement on emotion regulation in sport. The Sport and Exercise Scientist Vol. 29, 2011.