Rabu, 24 September 2014
Rabu, 04 Juni 2014
Sepucuk Surat untuk Super Dad
04 Juni 2014 20:30
Hari ini terhitung satu hari sebelum ulang tahun Bapak. Aku ingin mencoba sedikit mengenang hal-hal kecil tapi bermakna yang sudah ku lewati bersama beliau.
Bapak. Ya, panggilan yang sangat simpel bagi orang Indonesia untuk seorang laki-laki yang lebih tua dan lebih dihormati. Dulu dimasa kecilku masih ku panggil Papa, tapi karena suatu hal dis ekolahku TK membuatku pulang ke rumah dengan tiba-tiba memanggilnya Bapak. Kini mungkin tak cukup lagi rasanya aku memanggil Bapak, karena bagiku panggilan yang paling tepat untuk beliau adalah ‘Superdad’.
Lelaki super yang tak pernah mudah menyerah meski mendapat berbagai macam godaan dalam profesinya. Simpel tapi selalu mencoba memperlihatkan sosok yang kuat dan tegar sebagai lelaki. Profesional meski terkadang sudah terlihat jelas kantung matanya. Bijak dan tak pernah mencoba memaksaku untuk hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan hatiku. Sabar memberikanku pengertian, menceritakan pengalaman yang mungkin bisa terjadi dimasa mendatang. Luas ilmu, baik mengenai agama, disiplin ilmu formal, serta memberikanku perluasan otak dan hati untuk segala macam hal.
Jika ditanya soal pekerjannya, beliau selalu terang-terangan mengatakan ‘serabutan’. Sebuah kata yang lebih bermakna negatif bagi beberapa orang. Beliau hanya menjelaskan pekerjaannya begitu tidak pasti. Tak juga membuatnya puas diri jika mendapat rezeki yang berlimpah (suatu saat). Ilmunya ketika mendapat rezeki, selalu dikatakan padaku bahwa sebagian dari rezeki itu masih milik mereka yang berkekurangan. Seperti yang selalu dipesankan oleh Bapak, “Kerja itu yang tulus biar bawa berkah”.
Sosoknya yang terlihat simpel, tak pernah malu ke sana ke mari hanya menggunakan baju koko, sarung, dan peci.Bukan hanya menerima tamu, menjemputku ke sekolah, atau bahkan pulang ke kampung halaman pun sudah biasa menggunakan kostum ‘kebesaran’ itu. Mungkin aku pernah merasa aneh, tapi kini tidak lagi. Inilah beliau, sosok Bapak yang memberikanku pemahaman mendalam mengenai agama berawal dari kostum.
Berusaha untuk selalu profesional dengan segala tanggung jawab yang diberikan, meski terkadang merasa lelah adalah hal yang biasa. Beliau lebih memilih untuk menghormati kontrak yang sudah disepakati daripada harus mundur karena alasan lelah atau ragu. Bapak selalu mengatakan padaku, “Kalau ragu ya jangan dilakukan, ikuti kata hati dan jangan lupa istikharah”. Ketegasan yang beliau ajarkan padaku jika suatu saat kontrak tersebut cacat, baru diperbolehkan mengundurkan diri. Itu pun dengan tidak menuntut. Seperti kata beliau padaku, “Selalu ada pintu lain yang terbuka ketika satu pintu ditutup.”
Bapak bukanlah seorang tokoh agama,bukan pula seorang guru. Bapak bahkan tumbuh dalam keluarga yang biasa dan pernah mengalami banyak pengalaman tak menyenangkan. Pernah pula mendapat cobaan berat yang mengharuskan beliau memulai segalanya dari awal lagi, baik secara psikis maupun fisik. Namun, pengalamannya itu membuatnya semakin kokoh berdiri. Jika terjatuh, beliau tak hanya mengusahakan dirinya bangkit sendiri. Beliau juga berusaha membuat orang-orang yang sayang padanya ikut bangkit dan tetap bersemangat menjalani hidup.
Banyak hal yang bisa ku ceritakan padanya. Bukan sekedar berbicara atau curhat tentang kehidupanku sehari-hari,dari ilmu agama, politik, hukum, ilmu hidup, bahkan cinta pun bisa disharingkan. Terang-terangan beberapa kali ketika teman-temanku resah tentang kehidupan cintanya, aku pun membaginya pada Bapak dan mencoba melihat cerita itu dari sisi yang lain. Beliau pun tak pernah segan berbagi jika sedang membutuhkan saran atau hanya sekedar ingin berbagi pengalaman. Beliau jg memberikan berbagai macam pandangan yang sebelumnya mungkin tak pernah ku kira. Bahkan aku juga berani menceritakan apa yang ku rasakan pada sosok laki-laki yang sedang dekat denganku. Bagiku, beliau adalah waliku. Wali nikahku nanti. Apapun yang beliau ceritakan padaku, jika itu baik akan ku ikuti. Bapak tak pernah menuntut apa-apa, namun pesannya hanya satu, “Yang penting itu agamanya, rezeki itu ada yang ngatur.”
Sampai saat ini, semuanya berjalan lebih indah. Bapak sebagai sosok kepala keluarga, imam keluarga, bos, atau bahkan bisa disebut kapten sudah memberikan segala yang terbaik untuk kami, terutama untukku sebagai anak satu-satunya. Kini dibidang pilihanku, psikologi olahraga pun beliau tidak merasa keberatan jika aku harus berkutat dengan para atlit lelaki. Beliau selalu membuatku menemukan mana passionku. Tak hanya secara logika atau perasaan, secara agama pun beliau menuntunku menemukan mana takdirku.
Selamat menempuh usia baru Bapak! Dengan berkurangnya usia ini, semoga semuanya selalu berjalan lebih baik. Terima kasih sudah membuatku menemukan kepuasan secara psikis dan fisik. Barakallahfii umrik Abah…
Minggu, 25 Mei 2014
Review PBR Vs Persegres 26 Mei 2014
Hmm.. Mencoba sedikit review strategi kedua tim selama beberapa pertandingan lalu..
Karena tidak terlalu memahami soal strategi, jadi reviewnya sedikit banyak jg dr performa sama masalah mental pemain..
Pelita Bandung Raya (PBR)
Tim ini semenjak d pegang Dejan Antonic jadi punya banyak kelebihan. Baik dr segi teknik, taktik, dan strategi maupun secara mental dr pemainnya.
Cara ngelatihnya termasuk tegas dan keras. Dia selalu mengajarkan anak buahnya utk berani mengambil keputusan sendiri d lapangan. Yah, pastinya sekeras apapun permainan anak buahnya, mereka jg harus bisa menggunakan cara yg bersih. Terbukti dr beberapa pertandingan terakhir, meskipun sempat rusuh lawan Persib tapi toh buktinya bisa meredam permainan Persib.
Dr beberapa kali uji coba PBR, Dejan mencoba strategi baru. Dia lebih menekan pemainnya utk bermain lebih menyerang. Sempat uji cobanya sampai hujan gol. Waktu itu dia mencoba formasi 4-1-4-1. Strategi ini d anggap cukup kuat buat nekan lawan tandingnya, karena memang PBR punya pemain2 tengah dan belakang yg mau ikutan naik menyerang. Namun, sayangnya menurutku para penyerang PBR masih termasuk kurang maksimal ato egois kali ya. Kebanyakan Gaston dan Bepe menunggu bola matang masuk menjadi santapan mereka.
Karena tipe permainan PBR termasuk keras dan berani jadi ya mental pemainnya masih banyak yg perlu d perbaiki. Terutama masalah emosi. Banyak pemain mereka yg berani main keras sampai ujung2nya kena kartu. Beberapa pertandingan lalu, terihat kalo beberapa pemain mudah terpancing emosinya oleh pemain lawan. Sampai akhirnya mereka pun membalas dg ikut bermain lebih keras.
Mungkin utk meredam permainan PBR bisa dilakukan dg bermain lebih sabar dan fokus. Tidak terburu-buru menyerang ato terpancing emosi mereka. Sama satu lagi, Rizky Pellu dan Musafri itu perlu d jaga ketat. Kebanyakan serangan PBR kan yg naik turun mereka berdua. Terus utk penyerang sih perlu man to man sama Bepe ato Gaston.
Persegres
Semenjak d latih Alfredo Vera, banyak perubahan yg bagus d tim ini. Apalagi masalah fisik, taktik, dan strategi. Yg bikin salut, dia jg menciptakan suasana sersan (serius tapi santai) sama anak buahnya. Selain itu, dia berani ambil keputusan utk mengubah metode latihan dg sekaligus memaksimalkan latihan fisik. Selama ini, jam latihan yg cuma 1,5 jam benar2 d manfaatkan sama Vera. Pemanasan, latihan taktik, latihan fisik, game, fisik lagi, baru pendinginan. Memang model pelatihannya termasuk keras dan tegas, tapi faktanya dia masih mampu mengajak bercanda anak buahnya biar nggak terlalu tegang jg kali ya.
Selama jeda pertandingan, karena Vera baru menangani Persegres sekitar kurang dr sebulan ya belum ada uji coba sih. Paling2 cuma d bikin game yg kadang ngundang beberapa pemain U-21 utk melengkapi pemain waktu game. Selama ini strategi yg d pake adalah memaksimalkan peran sayap buat membantu serangan. Sering jg langsung counter attack. Kalo dulu kelihatan tumpuan permainan ada di Matsunaga dan Reza, sekarang masih ada David dan Habib yang ikut naik total menyerang. Matsunaga masih sering gantian sama Reza yg d dukung Pedro. Jd strateginya, menumpuk pemain d lini tengah utk lebih berani menyerang.
Selama ini permasalahan utama Persegres ada d fokus yg gampang hilang. Padahal menit2 awal sudah bisa menyerang penuh dan memasukkan gol terlebih dulu, tapi nanti d babak kedua tiba2 drop sampai akhirnya kebobolan dan kemenangan pun pupus. Para pemain Persegres masih memiliki mental yg gampang jatuh, karena itu perlu dukungan yg kuat bukan sekedar menuntut utk menang. Mereka sudah sadar kewajibannya pasti meraih hasil maksimal. Seringkali dari mereka kehilangan fokus setelah merasa mencetak gol terlebih dulu, bisa jg sih d sebut jumawa (sombong).
Mungkin cara paling mudah utk meredam permainan Persegres ya dg mempermainkan fokusnya. Selain itu terkadang dg tekanan dr lawan yg bertubi-tubi jg bisa membuat para pemain mudah lelah naik turun menyerang. Utk meredam pemain setidaknya menjaga ketat Matsunaga dan Reza cukup manjur, karena seringkali ketika dua pemain itu d jaga ketat ya akhirnya serangan k kotak pinalti sering mentah.
Ini review sih cuma opini, mungkin ada yg kurang setuju jg. Lagipula hasil d lapangan yg menentukan ya mereka yg bermain. Mereka yg beradu fisik dan strategi. Yg pasti, doa dan usaha selalu berjalan beriringan mengantarkan pd kesuksesan..
:)
Senin, 27 Januari 2014
Elegi Sepakbola Indonesia : Antara Pelatih, Pemain, Manajemen, dan Suporter
Jumat, 24 Januari 2014 23:33
Sudah hampir 3 bulan ini saya
mendapatkan berbagai macam pertanyaan mengenai permasalahan yang timbul di
banyak tim sepakbola di Indonesia. Bukan tanpa alasan mereka bertanya,
kebanyakan tahu saya juga selalu mengikuti kabar terbaru di persepakbolaan
Indonesia. Tak hanya soal masalah finansial yang sering diusut oleh PSSI
seiring dengan verifikasi tim-tim menuju pada unifikasi liga yang ‘katanya’
akan lebih baik dari sebelum-sebelumnya, tapi juga permasalahan utama yang
terdapat hampir di setiap tim.
Beberapa hari lalu saya
mengeluh pada salah seorang teman mengenai ilmu kepelatihan dalam
sepakbola. Saya ingin sedikit
mencocokkan dengan beberapa teori yang sempat saya dapatkan di bangku kuliah.
Saya mendapatkan buku berisi kurikulum mengenai sepakbola Indonesia yang
disusun oleh beberapa pelatih terkemuka tanah air. Di halaman tentang kepelatihan, saya
mendapatkan tulisan “titik lemah terbesar
pemain kita selain kualitas umpan dan kecepatan dalam bermain adalah mental dan
pengertian taktik” dan “titik lemah
pemain = titik lemah pelatih.”
Berulang kali pesan yang masuk
ke akun saya selalu menanyakan mengenai pergantian pelatih yang sudah terlampau
biasa dalam dunia sepakbola. Apalagi pergantian pemain yang sudah jelas tak
perlu diulas lagi. Kedua hal tersebut adalah hal yang sangat wajar dalam dunia
olahraga, bukan hanya dalam sepakbola yang merupakan olahraga tim. Tapi
nyatanya, masih banyak yang mempermasalahkan hal tersebut sampai berujung demo
ke manajemen klub.
Pada dasarnya, jika diruntut
asal mulanya, sebuah tim berawal dari klub. Klub ini dikelola oleh manajemen
yang kemudian mereka melakukan pembentukan tim. Dalam tim tersebut hanya
terdapat 2 elemen, yakni pemain dan pelatih. Dua hal yang sudah jelas amat
berbeda peranan dan bentuknya.
Klub dimanajeri oleh manajemen
yang bertugas mengelola pemasukan dan pengeluaran tim, selain itu mereka juga
bertugas memberikan fasilitas bagi timnya. Sedangkan tim dimanajeri oleh
pelatih, ya lebih tepatnya pelatih kepala. Karena kebanyakan tim-tim sepakbola
selalu memiliki pelatih kepala dengan asistennya dengan tugas mereka
masing-masing, misalnya asisten pelatih kipper, asisten pelatih fisik, asisten
pelatih yang membantu dalam pembentukan strategi maupun pengembang teknik, dan
mungkin asisten pelatih mental seperti yang dipunyai oleh Timnas U-19.
Lalu dimana peran suporter?
Pertanyaan yang mudah dijawab tapi sangat sensitif untuk dipertanyakan.
Suporter sering mendapat
sebutan sebagai pemain ke-13 dalam sebuah tim. Padahal jika dipahami dari arti
katanya yang merupakan kata serapan, suporter memiliki arti kata pendukung.
Berarti sebenarnya tugas
suporter hanya mendukung? Mendukung tim, klub, ataukah keduanya?
Bagi saya, arti kata mendukung
itu luas. Mednukung berarti memberikan dukungan penuh mengenai hal-hal yang
dianggap positif atau mampu memajukan baik tim maupun klub. Namun, mendukung
juga diartikan mau memberikan saran dan kritik pada yang bersangkutan jika
memang itu merupakan hal yang berguna bagi tim dan klub kedepan.
Untuk menjadi sukses, tim,
klub, dan suporter perlu bekerja sama. Bukan hanya saling mendukung dengan
memaksimalkan peranan masing-masing saja, melainkan dengan memberikan masukan
baik pada tim maupun klub. Hal ini terkadang langsung disangkut-pautkan dengan
masalah finansial. Padahal tidak sepenuhnya soal itu, selain soal materi,
mereka juga membutuhkan dukungan moril.
Berkaca dari beberapa tim
besar atau sebut saja tim sukses di Indonesia, seperti Arema Malang dan Persib
Bandung. Mereka sukses bukan hanya karena dukungan finansial saja bukan? Ada
manajemen yang selalu mengutamakan profesionalitas dalam mengelola klubnya,
kemudian pelatih dan pemain yang selalu saling berusaha mendekatkan diri dan
saling memahami peranan masing-masing di dalam tim, serta dukungan suporter
melalui kehadiaran mereka dan kemauan untuk selalu membayar tiket.
Lalu, apa ada yang akan
diperdebatkan lagi? Benang merahnya adalah kesuksesan sebuah tim bukan hanya
bergantung pada pelatih dan pemain saja, tapi manajemen dan juga suporter.
Kesuksesan sebuah tim adalah milik klub dan suporter tim tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)